BPR BKK Komitmen Segera Selesaikan Masalah SHM Agunan yang Pindah Tangan
Sebelumnya Susanto warga Desa Gondel Kecamatan Kedungtuban kaget karena SHM tanah atas nama adiknya, Adi Sucipto yang menjadi agunan pinjamannya di BPR BKK malah pindah tangan dan jatuh ke rentenir. Diduga ada oknum pegawai BPR BKK yang mengalihkan sertifikat itu.
Atas hal tersebut Direktur Utama BPR BKK Kabupaten Blora, Puguh Haryono menjelaskan jika bahwa kaitannya hal tersebut BKK sudah mencoba menyelesaikan masalah tersebut secara baik-baik. Dengan mencoba mempertemukan semua pihak terkait.
"Kami dari BKK sudah berupaya mempertemukan semua pihak. Tetapi sampai saat ini belum bisa ketemu semua," jelasnya.
Saat memanggil oknum pegawai yang saat ini sudah keluar itu, yang bersangkutan berinisial O hanya mau hadir bila Susanto juga bisa hadir. Sementara sejauh ini pihak-pihak tersebut belum bisa dipertemukan satu meja.
"Namun kami dari BKK komitmen segera menyelesaikan persoalan tersebut," tambahnya.
Kuasa hukum Susanto, Adhi Aprianto menjelaskan semula kliennya itu berhutang di Bank Pengkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan (BPR BKK) Blora Cabang Kedungtuban senilai Rp 13 juta pada Juni 2022. Hutang tersebut sebenarnya belum lunas, tetapi pada Januari 2024 ada wanita mendatangi rumah Susanto dan mengaku memegang sertifikat tersebut.
"Informasinya sertifikat itu di tangan orang itu karena semula digadaikan oknum karyawan BKK. Jadi oknum itu mengeluarkan sertifikat itu dan digadaikan ke wanita tersebut," jelasnya.
Pihaknya pun sudah mencoba klarifikasi ke BKK Kedungtuban. Namun sampai saat ini belum dipertemukan. Pihaknya malah dipertemukan dengan BKK Jepon dan perwakilan pusat.
"Dan sampai saat ini SHM itu faktanya gak ada di bank tersebut. Sampai saat ini pihak bank juga belum memberi kepastian ke kami," tuturnya.
Pihaknya ingin kepastian kapan sertifikat itu dikembalikan lagi ke BKK Kedungtuban. Sebab kliennya memang berurusan hutang ke BKK Kedungtuban. Bukan ke orang lain.
"Terkait pinjaman memang masih belum lunas. Namun anehnya saat kamu dipertemukan dengan pihak BKK Jepon dan perwakilan pusat itu kami ditunjukkan kwitansi pelunasan senilai Rp 8,9 juta pada 28 Agustus 2023," paparnya.
Pihaknya pun yang merasa menjadi korban dan dirugikan akibat ketidak jelasan itu meminta agar pihak Perbankan segera memberikan kepastian hukum atas sertifikat itu. *
"Kami kuasa hukum gak mau tau, yang jelas klien saya pinjam di BKK Kedungtuban. Kami minta pertanggungjawaban. Ada kepastian hukum kapan SHM dikembalikan dan ada di BKK Kedungtuban," tambahnya.
Tidak ada komentar